Rabu, 26 Maret 2014

Sir Alex yang Salah

SAYA sebenarnya masih punya utang kaos bola Manchester United kepada teman saya, Andri 'Peuyeum'. Mudah-mudahan dia melupakan dan merelakanya. Semasa kuliah, saya dan dia sempat bertaruh, siapa yang akan menjadi juara Liga Inggris, kalau tak salah musim kompetisi 2002-2003.

Waktu itu saya memegang Liverpool menjadi jagoan. Bukan karen tim yang kuat atau perhitungan peta kekuatan tim-tim yang beradu di Liga Inggris pada saat itu, tapi lebih karena saya 'mencintai' Liverpool. Saya menutup mata dengan tim-tim lain. Di hati saya cuma Liverpool. 

Musim kompetisi berakhir. Si Peuyeum bisa tertawa lepas, sementara saya mengutuk diri sendiri. Namun saat itu, saya masih bisa berkelit dengan beragam alasan sehingga saya 'jalir' dengan kesekapakatan sebelumnya. Ok, akhirya sifat buruk saya terbuka. Kamu tak usah ambil hati, ya....

Minggu (15, Maret 2014) malam lalu, hati saya remuk redam. MU dibantai 3-0 oleh Liverpool. Selama dua tim bermain, emosi saya terkuras. Saya tak bisa teriak karena bisa-bisa, om pemilik indekos naik tekanan darahnya. Saya hanya bisa geregetan. Memaki-maki dalam hati kelakuan Daniel Sturridge saat berpura-pura jatuh.

Nemanja Vidic mendapat kartu merah dan Liverpool mendapat pinalti. Seandainya Steven Gerrard, bisa menceploskan bola, bisa jadi rekor baru kemenangan Liverpool lewat pinalti terhadap MU. Namun bencana lain muncul saat Luis Suarez membuat gol hingga kedudukan jadi 3-0.

Saya juga kesal dengan kepemimpinan Mark Clatenberg sebagai wasit malam itu. Wajar seorang wasit melakukan satu atau dua kesalahan saat menjadi pengadil di lapangan. Sifat manusiawi yang membuat sepakbola jadi lebih asyik. Sayang, Clatenberg aneh malam itu. Bahkan, saat Phil Dowd hands ball di kota pinalti. Kebangetan!

Ya, saya memang telah berpaling. Saya tak lagi menyukai Liverpool. Saya memilih MU yang sebenarnya tak terlalu suka-suka amat. Saya hanya merasa iba dengan kondisi MU saat ini. Tim juara tapi harus terseok-seok mengarungi musim ini. Ini tidak ada adil. Tidak Rudolfo!

Penggemar MU banyak yang menyalahkan David Moyes, manajer MU. Tapi, sebagai penggemar karbitan MU, Moyes sang Terpilih bukanlah kesialan mutlak MU musim ini. Siapa yang memilih dia? Semuanya akan memanggil dengan penuh takzim dan penuh hormat, Sir Alex Ferguson. 

Opa Fergie hampir selalu memutuskan dan memilih pemain yang tepat selama mejadi manajer. Entah alasan apa yang membuat dia memilih Moyes. Hanya karena satu kampung atau memang murni karena melihat kemampuan Moyes. Ya, dengan pemaian seadanya, Moyes berhasil membuat Everton bertengger di posisi enam musim lalu. 

Jadi, bagi saya, bukan Moyes yang menjadi biang keladi terpuruknya MU. Moyes juga, sepertinya, menghadapi masalah dengan para pemain senior. Dia kehilangan rasa hormat dari para pemain. Ini tercermin dari sikap Rio Ferdinand, Robin van Persie atau pun Ryan Giggs. 

Mengutip status facebook panjang Bang Eddy Mesakh, Moyes juga harus membangun timnya sendiri. Ya, ya... Fergie menyisakan tim juara dan itu bukan timnya Moyes. Moyes, jualah Nani, Ferdinand, Evra, van Persie! Toh, Januzaj tampak keren bermain. Oh, iya, tapi Wayne Rooney masih bolehlah dipertahankan.


Demikian!


P.S. Jangan marah, ya, penggemar Sir Alex. Bagi saya, dia adalah manajer sepakbola hebat di jagat ini.

Tidak ada komentar: