Selasa, 30 Desember 2014

Selalu Ada Harapan

NET
ZHANG Nan kesal bukan kepalang. Pemain bulutangkis asal Tiongkok ini membantingkan raketnya hingga bengkok usai pertandingan melawan pasangan Indonesia, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Greysia Polii pada Indonesia Open, Juni 2014 lalu. Zhang yang berpasangan dengan Zhao Yunlei kalah.
 

Indonesia selalu punya harapan pada bulutangkis. Bintang-bintang baru baru bermunculan di bidang ini. Kevin Sanjaya Sukamuljo, Selvanus Geh, Alfian Eko Prasetya, dan Annisa Saufika mampu bersinar di Vietnam International Challenge dan Selandia Baru GP pada September dan April tahun ini.
 

Kevin yang baru berpasangan dengan pemain seniornya, Greysa Polii, pada gelaran Indonesia Open kala itu berhasil mengempaskan pasangan nomor satu Zhang dan Zhao. Kendati prestasi para atletnya masih turun naik di tahun 2014, namun para pemain tepok bulu angsa ini bukanlah pemberi harapan palsu (PHP) bagi rakyat Indonesia.
 

Setelah hampir 20 tahun, ganda putra Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan, serta ganda campuran Liliyana Natsir dan Tontowi Ahmad berhasil tuai prestasi di kejuaran All England pada Maret 2014. Prestasi tersebut merupakan catatan terbaik di ajang tertua bulutuangklis sejak tahun 1994.
 

Sayangnya, Tim Uber dan Thomas Indonesia gagal meraih prestasi seperti pada tahun 2002. Namun pada helatan Asian Games di Incheon, Korea Selatan, pasangan ganda putri Indonesia Greysia Polii/Nitya Krishinda berhasil meraih emas. Hendra dan Ahsan pun menorehkan prestasi yang sama.

.:: sumber Tribun Manado, Selasa, 30 Desember 2014 ::.

Kami Rindu Juara

Foto: TRIBUNNEWS
INDRA Sjafri memeluk Evan Dimas. Dalam dekapan sang Pelatih, tangisan Kapten Tim Nasional U-19 Indonesia tak langsung terhenti. Indra kemudian mendatangi satu per satu anak asuhanya yang masih tampak gontai di lapangan setelah kekalahan melawan Tim Nasional Australia pada Piala Asis di Myanmar, 12 Oktober 2014.   

Harapan tinggi disematkan kepada para pemain muda itu. Setahun sebelumnya, skuat Garuda Jaya berhasil menjuarai Piala AFF U-19 dengan mengadaskan Vietnam di final. Mereka pun menunjukka permainan yang menawan. Bahkan, permaianan mereka lebih 'dewasa' dibandingkan dengan para seniornya.
 

Namun beban tersebut membuat mereka gagal bersinar pada Piala Asia U-19 2014. Mereka tak bermain lepas. Tiga laga yang mereka harus jalani pada fase grup berakhir kekalahan. Mereka menyerah dari Uzbekistan 1-3 dan kalah dari Australia 0-1. Di pertandingan terakhir, kembali menyerah 1-4 dari Uni Emirat Arab.
 

Sepakbola selalu riuh di Indonesia. Tapi, seperti tahun-tahun sebelumnya, 2014 juga bukan tahun keberuntungan bagi Timmas Indonesia. Pada Asian Games 2014, September lalu, Timnas U-23 sempat memberikan harapan dengan kemenangan beruntun. Namun pada pertandingan ketiga kalah dan saat 16 besar harus mengakui keunggulan Timnas Korea Utara.
 

November 2014, Timnas Senior gagal penuhi target masuk final pada Piala AFF 2014. Kekalahan 0-4 dari Filipina membuat heboh pecinta sepakbola tanah air. Filipina selalu menjadi bulan-bulanan Indonesia, namun beberapa tahun terakhir ini justru Timnas Indonesia selalu kerepotan, bahkan kalah.
 

Namun kekalahan dari Filipina ternyata tak begitu berpengaruh terhadap posisi Indonesia di ranking FIFA. Pada bulan November 2014, Indonesia berada di posisi 157 dunia. Indonesia naik peringkat bila melihat posisi di bulan Januari. Di awal tahun ini posisi Indonesia berada di 161 dunia.
 

PSSI sebagai induk sepakbola di Indonesia menjadi sorotan dari kegagalan yang terus menerus ini. Desember 2014, wacana pembekuan PSSI muncul. Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi berencana untuk membentuk sebuah tim merevitalisasi sistem manajemen dan kebutuhan anggaran dalam sepak bola Indonesia.
 

Entah dimana ujungnya; prestasi atau kian terpuruk. Namun memupuk rasa optimisme itu keniscayaan kalau kita rindu juara.

.:: sumber Tribun Manado, Selasa, 30 Desember 2014 ::.

Isak Tangis Brasil

FOTO: GETTY IMAGE
PARA pemain Brasil terkulai usai wasit asal Meksiko, Marco Rodriguez, meniup pluit tanda pertandingan semi final Piala Dunia 2014 di Stadion Mineirao pada 8 Juli berakhir. Sebagian pemain tak kuasa menahan air mata. David Luiz, pemain belakang Brasil, terisak-isak. 

"Saya hanya ingin membawa kebahagian bagi warga (Brasil). Mereka telah menderita karena persoalan-persoalan lain yang menimpa. Maafkan semuanya, maafkan rakya brasil," kata Luis yang menjadi Kapten Brasil pada pertandingan melawan Tim Nasional Jerman itu.
 

Suara Luis bergetar. Bulir bening keluar dari kedua mata pemain berambut kribo ini. Air mata itu terus mengali melewati pipinya dan kemudian terjatuh. "Saya hanya ingin membuat mereka tersenyum," kata pemain yang saat ini bermain untuk klub asal Perancis, Paris St-Germain.
 

Jerman yang berhasil mengalahkan Brasil di semifinal kemudian menjadi Juara Piala Dunia 2014. Tim Nasional atau Die Mannschaft menjadi negara asal Eropa pertama yang keluar sebagai juara di Benua Amerika setelah mengalah Argentina. Namun, kekalahan Brasil dari Jerman dengan skor 7-1 justru menjadi hal yang paling mencengangkan.
 

Sebagai tuan rumah, Brasil punya optimisme yang kuat untuk bisa meraih Piala Dunia ke-6. Pelatih Brasil saat itu, Luiz Felipe Scolari, tetap yakin para pemainya bisa menundukkan Jerman kendati tanpa diperkuat pemain andalanya, Neymar, dan sang Kapten, Thiago Silva. Namun, ia harus menerima kenyataanya.
 

"Saya kira, ini adalah hari terburuk dalam hidup saya," kata Scolari.

Duka bukan hanya milik pelatih dan para pemain saja. Sorotan kamera televisi menunjukkannya. Seorang anak laki-laki pendukung Brasil terlihat menangis tersedu-sedu. Susutan tangan di balik kacamatanya tak mamapu mengeringkan air mata. Sementara seorang kakek berkumis tebal hanya temangu memegang duplikat Piala Dunia.
 

Presiden Brasil Even Dilma Rousseff, bahkan menunjukkan kesedihanya dengan menuliskan 'kicauanya' di Twitter. "Saya memohon maaf dengan sangat kepada semuanya," tulisnya.
Kendati kalah di semifinal, bahkan hanya menempati urutan keempat, Brasil telah menunjukkan upayanya sebagai tuan rumah yang baik. Sekitar Rp 165 triliun digelontorkan untuk membiayai pagelaran setiap empat tahunan ini.
 

Di antara protes warganya yang menganggap penyelenggaraan Piala Dunia sebagai pemboroson, namun helatan tersebut dianggap paling menghibur. Tercipta 136 gol pada tercipta pada fase grup, atau enam gol lebih banyak dibandingkan helatan yang sama pada tahun 2002 di Jepang dan Korea Selatan. Total 171 gol tercipta dari seluruh pertandingan.
 

Hal unik lainya yang terjadi pada Piala Dunia 2014 ini adalah gigitan Suarez. Pemain Tim Nasional Uruguay Luiz Suarez  menggigit pemain belakang Giorgio Chiellini yang membuatnya harus keluar dari Piala Dunia 2014. Meme atau gambar lucu pun kemudian bermunculan setelah gigitan itu.
 

Ternyata bukan hanya sekali itu saja striker ini menggigit lawanya. Daily Star melaporkan telah delapan kali menggigit pemain, bukan tiga pemain seperti yang selama ini diberitakan. Selain Chiellini, Ottman Bakal, Branislav Ivanovic, menurut Daily Star, ada lima dugaan gigitan lainya sebelum ia terkenal.
 

Piala Dunia menjadi sorotan dunia pada tahun tahun ini. Sepakbola juga masih menjadi favorit bagi warga Indoneisia. Namun, bukan pretasi yang ditorehkan, Tim Nasional Indonesia senior gagal di Piala AFF. Bahkan, Tim Nasi Usia 19 Tahun yang sebelumnya memberikan harapan gagal juga gagal.
 

Sementara di Liga Super Indonesia, Persib Bandung kembali merengkuh gelar juara setelah menunggu 19 tahun. Bandung menjadi lautan biru saat para bobotoh merayakan keberhasilan tersebut.

.:: sumber Tribun Manado, Selasa, 30 Desember 2014 ::.

Minggu, 28 Desember 2014

Selamat Malam Malaysia 370

"SELAMAT malam Malaysia tiga tujuh nol." Ucapan ini menjadi komunikasi terakhir antara pengawas lalu lintas udara dan pesawat Malaysia Airlines yang hilang 8 Maret 2014 seperti dirilis Pemerintah Malaysia.

Pesawat Boeing 777-200ER yang terbang dari Bandara Internasional Kuala Lumpur tak pernah sampai ke Bandara Internasional Ibu Kota Beijing. Hilang secara misterius. Terakhir kali melakukan kontak dengan pengawas lalu lintas udara kurang dari satu jam setelah lepas landas.

Pesawat ini mengangkut 12 awak dan 227 penumpang dari 15 negara, kebanyakan di antaranya adalah warga negara Tiongkok. Hari itu juga, pencarian dan penyelamatan dilakukan di Teluk Thailand dan Laut Tiongkok Selatan.

Hilangnya pesawat ini kemudian menjadi drama. Keluarga penumpang frustasi. Sehari setelah pesawat hilang, pencarian diperluas dengan melibatkan sejumlah negara. Kemudian bergabung negara-negara lainya sehingga total 26 negara terlibat pencarian. Upaya penyelamatan terbesar yang pernah dilakukan dalam sejarah.

Kabar tentang kemungkinan keterlibatan penumpang muncul setelah dua penumpang asal Iran terbukti menaiki pesawat dengan paspor curian. Namun Interpol menyebutkan, dua identitas palsu dalam manifest tidak terkait dengan hilangnya pesawat

Tanggal 20 Maret, pesawat dan kapal dikirim ke Samudera Hindia Selatan setelah serangkaian foto satelit yang memperlihatkan kemungkinan adanya serpihan pesawat di sebelah barat daya Australia, tepatnya di ujung paling tenggara lokasi selatan.

Serpihan lain di sekitarnya terlihat oleh pesawat militer Australia dan Tiongkok pada 24 Maret. Meski keberadaannya masih tidak diketahui, pejabat Malaysia Airlines dan Pemerintah Malaysia percaya pesawat ini jatuh di Samudra Hindia Selatan tanpa ada yang selamat.

Empat bulan kemudian, insiden kembali menimpa Malaysian Airlines. Pesawat Malaysia Airlines Boeing 777 dengan nomor penerbangan MH17 yang membawa 283 penumpang dan 15 awak pesawat jatuh di Ukrania dekat perbatasan Rusia pada 17 Juli 2014.

Pesawat ini tinggal landas dari Amsterdam menuju Kuala Lumpur. Kantor berita Interfax mengabarkan, pesawat telah ditembak di atas ketinggian 10 kilometer di atas Ukraina bagian timur.

Insiden yang menimpa dua pesawat Malaysian Airlines ini menyita perhatian dunia. Pada tahun 2014, wabah penyakit karena virus Ebola serta munculnya Islamic State of Iraq and Sham (ISIS) juga tak kalah menghebohkan. Dan, di pengujung tahun, kerusuhan rasial terjadi di Ferguson, Amerika Serikat.


.:: sumber Tribun Manado, Sabtu, 27 Desember 2014 ::.

Kamis, 15 Mei 2014

Ramalan Kang Yogie

MULANYA tautan artikel pendek NY Times yang diposting oleh Kang Yogie di akun Facebook-nya. Isinya tentang klasmen akhir Liga Utama Inggris atau English Premier League berdasarkan gol yang dicetak oleh pemain asal Inggris. Hasilnya, Manchester City, juara BPL 2013-14, hanya menduduki peringkat 18 dan masuk klub yang terdegradasi.

Bagi The Citizen jangan khawatir. Kalian tetap bisa menjadi tetangga yang berisik bagi penggemar Manchester United. Itu hanyalah ekperimen John Zongmin Chow dan Kevin Quealy, penulis artikel The Premier League Standing if Only Goals by English Counted. Bahkan, Newcastle United yang sebenarnya berada di peringkat ke 10 pun, pada klasmen ekspeimen itu juga termasuk tim yang terdegradasi.

Berdasarkan klasmen rekaan Chow dan Quealy, yang berhak menjadi juara EPL tahun ini adalah Liverpool. O, Suarez, kamu bisa hentikan tangisanmu. Dan, kamu, Gerrard, terpeleset itu wajar, kendati pun itu menimpa seorang legenda yang belum dapat gelar liga. Poin yang dicapai Liverpool 82 dan Southampton di posisi kedua dengan poin 73. 

Hasil tersebut sebenarnya tak mencengangkan. Di Man City relatif hanya satu pemain asal Inggris saja yang menjadi pemain utama di setiap pertandingan. Itu pun seorang kiper, yakni Joe Hart. Di bawahnya, pemain Inggris yang bermain lebih dari 10 kali di Man City adalah James Milner. Pemain tengah ini hanya mencetak satu gol buat Man City.

Ini buah dari industri sepakbola. Liga Inggris mungkin paling gemerlap di antara liga-liga sepakbola di eropa lainya. Liga yang sebelum 90-an tak terlalu diperhatikan, kemudian menjadi sangat riuh beberapa tahun setelahnya. Bintang-bintang sepakbola dunia banyak bermain di tanah Inggris yang terkenal dengan gaya Kick and Rush.

Industri sepakbola seperti buah simalakama. Kompetisi yang disponsori oleh Barclays Bank mendapat keuntungan besar secara finansial. Dari laman Wikipedia, keuntungan dari penayangan televisi mencapai 1 Miliar pound sterling pada musim 2013-14. Liga ini paling banyak ditonton dan disiarkan di 116 negara. Diperkirakan 4.7 miliar pasang mata di 643 juta rumah menyaksikan pertandingan tim-tim Inggris.

Penonton yang menyaksikan langsung di stadion pun tak kalah banyaknya. Musim kompetisi 2010-11, rata-rata pertandingan disaksikan oleh sekitar 35.363 orang. Sebanyak 92.2 persen kapasitas stadion terisi. Angka ini hanya kalah dari Bundesliga Jerman. UEFA pun memberikan ranking kedua terbaik atas performa EPL kurun lima tahun terakhir.

Namun, kesempatan emas bagi para pemain bintang dunia untuk mendapat unjuk kebolehan dan mendapat gaji besar justru membuat peluang pemain Inggris bermain di wklub besar tergerus. Faktual dan aktualnya, ya, seperti di klub Man City. Hanya dua pemain asal Inggris yang bermain di atas 10 dari 38 pertandingan. 

Mungkin ini pula yang membuat Kang Yogie meramalkan, Tim Sepakbola Nasional Inggris tak akan menjadi juara pada Piala Dunia 2014. Hanya beberapa pemain asal Inggris yang moncer selama musim EPL lalu. Dari 23 pemain yang dipilih Roy Hodgson, ada beberapa pemain muda seperti Raheem Sterling atau pemain gaek Steven Gerrard yang tetap konsisten.

Beda dengan beberapa negara eropa lainya, seperti Spanyol dan Jerman, yang mempunyai pemain-pemain nasional yang mentereng. Kendati industri sepakbola juga keniscayaan di dua negara itu, namun para pemain top mereka bisa bermain reguler di klub-klub papan atas liga mereka.

Jangan lupa pula, pemain Inggris sepertinya bermasalah dengan mental bermain. Piala Dunia 2002, mereka datang ke Jepang dan Korea dengan para pemain bintang mereka. Para pemain ini pula menjadi tulang punggung di klub, seperti di MU. Tapi lacur, The Three Lions gagal total!

Saya tak suka sikap pesimistis, bahkan bau-baunya pun saya hindari. Sebab itu, saya tetap yakin Tim Inggris bisa bermain 'gila' seperti film-film dari negara tersebut yang selalu membuat kejutan bagi para penontonnya. Mudah-mudah saja.... Amin.

.:: buat mantan pemain DFM: Didier Dongbra, Perutzi, Jajat Ji Sung dan Jak yang selalu menganggap titisan Paul Scholes. Kotobangon, 15 Mei 2014::.

Sabtu, 26 April 2014

cerita-cerita pendek

"You do. You know everything. That's the trouble. You know you do."

Jalinan asmara Nick dan Marjorie terhenti saat malam menjelang di Horton Bay. Di antara api unggun yang mereka nyalakan dan telaga yang telah mereka lalui. Di Horton Bay, kota yang mati.

....

so long
Beberapa tahun silam, saya memilih cerpen karya Ernest Hemingway berjudul The End of Something untuk dianalisis. Ada beberapa alasan mengapa saya mengambil cerpen karya pemenang hadiah nobel sastra tahun 1954 untuk memenuhi tugas mata kuliah literatur tersebut.

Pertama, karena karyanya ditulis dalam bahasa Inggris dan pengarangnya terkenal. Jadi, saya berharap sudah ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, sedikit memudahkan saya untuk ‘membacanya’ dan ‘mengira-ngira’ isinya. Jika pun tak ada terjemahanya, saya rasa kosakata bahasa Inggris yang saya miliki lebih banyak dibandingkan kosakata bahasa Jerman saya.

Saya belajar bahasa Jerman, tapi saya akui saya tak pernah bisa dan mahir memakai bahasa tersebut. Ini pula yang membuat saya merasa berdosa kepada dosen-dosen di Program Pendidikan Bahasa Jerman UPI yang telah mengajar saya. Tapi terimakasih saya haturkan kepada mereka yang telah meluluskan saya.

Saya belum pernah membaca cerpen tersebut sebelumnya. Saya hanya suka judulnya ketika kali pertama membaca. Ini adalah alasan kedua, mengapa saya memilih karya tersebut. Judul yang diterjemahkan dalam bahasa Jerman menjadi Das Ende von Etwas ini mengingatkan cerita yang pernah saya dengar waktu kecil di sebuah stasiun radio.

Ceritanya seperti ini. Ada yang seorang raja yang tiba-tiba menjadi muram. Padahal tidak ada alasan bagi dia untuk berlaku seperti itu. Kehidupan istananya bagus. Rakyatnya makmur. Inilah yang membuat sang Raja dicintai penduduk negeri itu.

Ternyata, pada suatu ketika, si Raja merasakan kekosongan. Dia tak tahu apa penyebabnya. Maka berkumpulah para filosof, ilmuwan, cerdik pandai di kerajaan tersebut untuk menghilangkan kegalauan sang Raja. Mereka berdiskusi berhari-hari, hingga akhirnya memutuskan untuk memberikan suatu benda kepada Baginda.

“Inilah yang kami dapat persembahkan kepada paduka,” kata seorang Sufi yang menjadi perwakilan perkumpulan tersebut sambil menyerahkan sebuah cincin.

Sang Raja melihat tidak ada yang istimewa pada cincin itu. Cincin yang sangat biasa. Terbuat dari tembaga tanpa ada hiasan batu mulia. Dia memegang dan terus mengamati cincin itu beberapa saat. Akhirnya, dia menemukan sebuah kalimat yang terpatri di bagian belakang cincin tersebut.

“Semua akan berakhir.” Demikian hasil kumpulan para cendikiawan dari berbagai disiplin ilmu tersebut.

Entah mengapa, saya rasa ada hubungan antara cerita yang saya dengar ketika berumur belasan awal dengan The End of Something yang dipublikasikan tahun 1925 dalam sebuah buku kumpulan cerpen berjudul In Our Time. Namun, hingga saat ini saya tak tahu apa hubungannya.

Beberapa pekan lalu, saya mulai mencari teks cerpen tersebut. Saya membaca kembali. Dan saya tetap tidak mengerti lantaran keterbatasan kemampuan bahasa Inggris saya. Oh, ya, pada saat mengerjakan tugas literatur dulu, saya ternyata susah payah menyelesaikannya. Setelah saya cari-cari, tak menemukan terjemahan karya tersebut dalam bahasa Indonesia.

Saya mencari teks tersebut, gara-gara seorang teman bercerita tentang hubungan dengan pacarnya dalam keadaan kritis. Saat itu, saya sebenarnya tak tahu harus bereaksi seperti apa. Saya bukan pemberi saran yang baik dan bukan pula pendengar yang sabar. Saya hanya bisa memberi semangat, kendati saya juga tak tahu apakah itu berguna bagi dia. Akhirnya, kisah kasih mereka putus.

Tak lama setelah itu, teman saya yang lain meminta saya untuk datang ke mess di Manado di akhir pekan. Dalam pesan singkatnya, dia mengatakan akhir pekan itu adalah Sabtu terakhir di mess. Kami tidak bisa mendiami rumah itu lantaran masa kontraknya telah berakhir. Artinya pula, kami tidak bisa berkumpul lagi bersama. Masing-masing yang tinggal di sana, kini indekos sendiri-sendiri dan terpisah.

Saya tidak mempunyai ikatan emosi yang kuat dengan mess tersebut. Berbeda ketika kami harus meninggalkan mess pertamakali yang berada di Bahu. Namun, saya tetap merasa kehilangan. Tapi, semuanya memang harus berakhir.

Beberapa hari setelah Sabtu terakhir di Wenang Permai, seorang kepala daerah ditahan lantaran dugaan penyelewengan dana di kota yang dia pimpin. Di kota dimana saya kini tinggal dan bekerja. Bagi saya peristiwa penahanan tersebut tidak istimewa. Itu hanyalah akhir dari sesuatu.

....
She was afloat in the boat on the water with the moonlight on it. Nick went back and lay down with his face in the blanket by the fire. He could hear Marjorie rowing on the water. (The End of Something) ***


.:: catatan ini saya posting di akun facebook saya, 25 Septermber 2010 lalu. beberapa hari terahkhir ini, saya kembali teringat cerita tentang raja yang bermuram durja. saya benci mengucapkan salam perpisahan, tapi bon voyage, teman. jika semuanya harus berakhir, maka berakhirlah. tapi, jangan berhenti, sebelum semuanya benar-benar berhenti. manado, 26 April 2014 ::.

Rabu, 26 Maret 2014

kalah

TIGA putaran terakhir di Losail, Qatar, begitu menegangkan. Marc Marquez dan Valentino Rossi saling susul, bahkan sampai di tikungan terakhir jelang garis finish. The Doctor akhirnya harus mengakui keunggulan sang junior yang usianyaa terpaut 14 tahun.

Kendati kalah, Rossi tampaknya menikmati pertarungan tersebut.  "I risked a bit in the first laps, but it was so funny! Like the old times, ten years ago - all of us together, making mistakes, but everybody on the same pace," ujar Rossi di supersport.com.

Seperti biasanya, senyum selalu mengembang di wajah Rossi saar naik podium. Sepertinya dia melupakan telah dipepet Marc di tikungan saat dia mempunyai kesempatan melaju di depan. Tak ada marah di wajahnya. Entah di dalam hatinya.

Sang Legenda Hidup ini bahkan mengakui kecepatan Marc. "I tried to play my card. I had my chance to win, but unfortunately Marc was too far on the last lap, his best lap of the race. He deserved the victory," Rossi menambahkan.

Pertarungan yang menegangkan sekaligus menyenangkan untuk ditonton.

Beberapa saat kemudian duel klasik terjadi di Stadion Santiago Barnabeu. Dalam pertandingan yang menguras emosi, Real Madrid akhirnya kalah dari Barcelona di kandangnya sendiri. Empat gol masuk ke gawang Los Blancos, sementara La Blaugrana menerima tiga gol.

Christiano Ronaldo tak terima dengan kekalahan tersebut. Pemain bintang asal Portugis ini cenderung menyalahkan Alberto Undiano Mallenco, wasit pada pertandingan malam itu. "I don't want to use the referee as an excuse but if you analyse the 90 minutes there were a lot of mistakes," kata pemain berusia 29 tahun ini seperti dikutip di theguardian.com.

Ronaldo mengatakan banyak yang ingin Real kalah dan hal tersebut mempengaruhi objektifitas wasit. "It's tough because a lot of people did not want us to win and Barcelona to be out of the title race. They probably do not want Real to win this league. It makes me think that you don't only win matches on the pitch but also with a little bit of help from outside."

Reaksi berbeda dari pelatih Real Madrid, Carlo Ancelotti. Don Carlo bahkan menolak berkomentar tentang kepemimpinan wasit pada pertandingan dengan intensitas tinggi itu.  "It’s difficult for me to comment on the referee’s decisions," ujar Ancelotti di football-espana.net.

Dia memilih fokus pada pertandingan-pertandingan selanjutnya dan memilih melupakan kekalahan dari tim musuh bebuyutan Los Merengues. "It's true that Messi scored three goals, but any mistakes against a player of his quality will always hurt you. We have nine matches left. It will be all intense. Every game will be decisive."

Kekalahan itu menyakitkan! Sungguh. Namun saya terkesan dengan sikap Don Carlo dan Rossi yang menerima kekalahan dengan kepala tegak. (Ngomong-ngomong, saya baru ngeh kalau keduanya dari Italia.) Mereka tak menyalahkan orang lain.

Rossi selalu menjadi pebalap favorit saya. Rossi yang sedikit sentimentil dengan masa lalu menyukai pertarungan yang kompetitif. Sementara Ancelotti dengan lebih memilih memandang ke depan. Bahkan, dia mengakui kualitas pemain lawan. Hormat untuk Ancelotti. Demikian....

.:: niat tak makan malam itu banyak godaan. warkop sinindian, selasa, 25 Maret 2014 ::.

Mia San Mia

DRAMA itu tersaji di Camp Nou, Barcelona, 26 Mei 1999. Presiden UEFA Lennart Johansson sudah meninggalkan tempat duduknya. Namun saat dia melewati lorong stadion dan pluit terakhir ditiup Pierluigi Collina, dia tertegun melihat lapangan kebanggan warga Katalan itu.

"Saya tak memercayainya. Pemenang menangis dan yang kalah menari," kata Presiden UEFA kurun 1990-2007 asal Swedia ini.

Sampai menit ke 90, Piala Champions sudah berada di genggaman Bayern Munich. Bahkan, pialanya pun telah berhiaskan pita die Rotten. Namun petaka itu terjadi hanya dalam kurun dua menit saja.

Dua pemain pengganti dari Manchester United, Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solkjaer membuat pemain belakang die Roten, Samuel Kouffour menangis. Skor berubah di tambahan waktu, 2-1. MU menjadi klub Inggris pertama setelah 14 tahun puasa gelar di Liga Champions.   

Setelah itu, MU kembali mendapatkan Piala FA dan Piala Eropa. Treble Winners! Dan, Alex Ferguson kemudian mendapatkan gelar kesatrianya.

Keajaiban kadang datang satu kali. Tapi, mengharapkannya kembali juga gratis, kan? "Bukan hal mustahil tahun 1999 terjadi lagi," ujar Ady Imban, ketua klub penggemar MU di Kotamobagu setelah hasil pengundian perempat final Piala Champions, Jumat, 21 Maret 2014.

Ya, MU saat ini seperti macan ompong. Lolos perempat final bisa jadi keajaiban juga. Kalah dua kosong dari Olyampiacos di leg pertama, berhasil dibalikkan oleh hattrick Robin van Persie di leg kedua. Namun hasil undian ternyata MU harus berhadapan dengan Bayern Munich.

Berbeda dengan MU, kondisi di tim besutan Pep Guardiola sedang panas-panasnya. Mereka superior. Die Roten bisa menjadi juara Liga Jerman tercepat musim ini. Philip Lahm dkk, berselisih 23 poin dengan pesaing terdekatnya Borussia Dortmund. Mia san mia.

Sembilan kali MU dan Bayern Munich bertemu di Liga Champions. Dari sembilan pertemuan, empat laga di antaranya berakhir imbang. Sisanya, Munich lebih unggul dibandingnkan Menchester. Munich tiga kali dan MU dua kali.

Namun, final Piala Champion 1999 memberi pesan bagi saya untuk tak meninggalkan kursi sebelum pluit terakhir berbunyi. Jangan pernah matikan televisi karena tak tega melihat tim kesayangan kalah. Semuanya bisa terjadi sebelum waktu berakhir.   

Wassalam....

.:: lagi-lagi tentang MU, sementara hati meratapi kekalahan setengah losin Arsenal dari Chelsea, 23 Maret 2014 ::.

Sir Alex yang Salah

SAYA sebenarnya masih punya utang kaos bola Manchester United kepada teman saya, Andri 'Peuyeum'. Mudah-mudahan dia melupakan dan merelakanya. Semasa kuliah, saya dan dia sempat bertaruh, siapa yang akan menjadi juara Liga Inggris, kalau tak salah musim kompetisi 2002-2003.

Waktu itu saya memegang Liverpool menjadi jagoan. Bukan karen tim yang kuat atau perhitungan peta kekuatan tim-tim yang beradu di Liga Inggris pada saat itu, tapi lebih karena saya 'mencintai' Liverpool. Saya menutup mata dengan tim-tim lain. Di hati saya cuma Liverpool. 

Musim kompetisi berakhir. Si Peuyeum bisa tertawa lepas, sementara saya mengutuk diri sendiri. Namun saat itu, saya masih bisa berkelit dengan beragam alasan sehingga saya 'jalir' dengan kesekapakatan sebelumnya. Ok, akhirya sifat buruk saya terbuka. Kamu tak usah ambil hati, ya....

Minggu (15, Maret 2014) malam lalu, hati saya remuk redam. MU dibantai 3-0 oleh Liverpool. Selama dua tim bermain, emosi saya terkuras. Saya tak bisa teriak karena bisa-bisa, om pemilik indekos naik tekanan darahnya. Saya hanya bisa geregetan. Memaki-maki dalam hati kelakuan Daniel Sturridge saat berpura-pura jatuh.

Nemanja Vidic mendapat kartu merah dan Liverpool mendapat pinalti. Seandainya Steven Gerrard, bisa menceploskan bola, bisa jadi rekor baru kemenangan Liverpool lewat pinalti terhadap MU. Namun bencana lain muncul saat Luis Suarez membuat gol hingga kedudukan jadi 3-0.

Saya juga kesal dengan kepemimpinan Mark Clatenberg sebagai wasit malam itu. Wajar seorang wasit melakukan satu atau dua kesalahan saat menjadi pengadil di lapangan. Sifat manusiawi yang membuat sepakbola jadi lebih asyik. Sayang, Clatenberg aneh malam itu. Bahkan, saat Phil Dowd hands ball di kota pinalti. Kebangetan!

Ya, saya memang telah berpaling. Saya tak lagi menyukai Liverpool. Saya memilih MU yang sebenarnya tak terlalu suka-suka amat. Saya hanya merasa iba dengan kondisi MU saat ini. Tim juara tapi harus terseok-seok mengarungi musim ini. Ini tidak ada adil. Tidak Rudolfo!

Penggemar MU banyak yang menyalahkan David Moyes, manajer MU. Tapi, sebagai penggemar karbitan MU, Moyes sang Terpilih bukanlah kesialan mutlak MU musim ini. Siapa yang memilih dia? Semuanya akan memanggil dengan penuh takzim dan penuh hormat, Sir Alex Ferguson. 

Opa Fergie hampir selalu memutuskan dan memilih pemain yang tepat selama mejadi manajer. Entah alasan apa yang membuat dia memilih Moyes. Hanya karena satu kampung atau memang murni karena melihat kemampuan Moyes. Ya, dengan pemaian seadanya, Moyes berhasil membuat Everton bertengger di posisi enam musim lalu. 

Jadi, bagi saya, bukan Moyes yang menjadi biang keladi terpuruknya MU. Moyes juga, sepertinya, menghadapi masalah dengan para pemain senior. Dia kehilangan rasa hormat dari para pemain. Ini tercermin dari sikap Rio Ferdinand, Robin van Persie atau pun Ryan Giggs. 

Mengutip status facebook panjang Bang Eddy Mesakh, Moyes juga harus membangun timnya sendiri. Ya, ya... Fergie menyisakan tim juara dan itu bukan timnya Moyes. Moyes, jualah Nani, Ferdinand, Evra, van Persie! Toh, Januzaj tampak keren bermain. Oh, iya, tapi Wayne Rooney masih bolehlah dipertahankan.


Demikian!


P.S. Jangan marah, ya, penggemar Sir Alex. Bagi saya, dia adalah manajer sepakbola hebat di jagat ini.

Minggu, 09 Maret 2014

dongeng

APA jadinya kalau para tokoh dalam dongeng bisa keluar dan hidup di dunia 'nyata' ini. Kekacauan, tentu saja. Itu yang dialami oleh Mortimer 'Mo' Folchart. Pria ini mempunyai keistimewaan yang justru membuatnya menderita selama sembilan tahun.

Mo seorang Silvertongue. Dongeng yang ia bacakan dengan keras bisa menjadi kenyataan. Para tokohnya pun bisa hadir di dunia ini. Namun hal itu pula yang justru membuat istrinya, Teresa 'Resa' Folchart, terperangkap di dunia dongeng.

Saat itu, Mo membacakan dongeng berjudul 'Little Red Riding Hood' untuk anak balitanya, Meggie. Tiba-tiba para tokoh dalam dongeng tersebut satu per satu muncul di rumahnya, sementara sang istri menghilang.  

Demikian nukilan film berjudul Inkheart. Film ini berdasarkan novel karya seorang Jerman, Claudia Funke. Film dirilis akhir tahun 2008 tersebut baru saya tonton Sabtu, 8 Maret 2014, saat menunggu siaran sepakbola di televisi.   

Saya menyukai cerita-cerita yang penuh fantasi. Namun ada yang membuat film ini saya rasa istimewa. Tokoh-tokoh dongengnya bisa menjadi nyata. Saya menghubungkanya dengan Sophie Amundsen, tokoh dalam Novel Dunia Sophie, karya Jostein Gaarder. Namun, tentu banyak perbedaanya.

Di akhir cerita Dunia Sophie, Sophie akhirnya keluar dari jalinan cerita dan bergabung dengan para tokoh dongeng yang sudah lebih dulu dikenal oleh anak-anak. Dia menjadi abadi. Sementara itu di Inkheart, berakhir bahagia. Mo bisa berkumpul lagi dengan istri dan anaknya.

Ada seorang tokoh dalam Inkheart yang membuat saya terkesan. Dia adalah Fenoglio. Pria tua yang kadang menyebalkan ini adalah pengarang dongeng Inkheart. Berbeda dengan Sophie yang memilih keluar dari cerita, dia malah memilih masuk dalam cerita karanganya sendiri.

"Sometimes the world you create on the page seems more friendly and alive than the world you actually live in," kata Fenoglio kepada Mo sebelum menghilang dalam dongeng.

Sophie yang selalu bertanya-tanya siapa yang telah 'menciptakanya' hingga akhirnya kabur dari dongeng. Jostein Gaarder selalu menganalogikan kelinci yang mencari tahu siapa pesulap yang telah menghadirkannya ke atas panggung.

Tapi apa yang terjadi dengan Fenoglio? Penulis yang mempunyai kekuasaan mutlak menentukan cerita, 'tuhan' dari dongeng yang dia ciptakan justru ingin menjadi bagian dalam dongeng itu. Bagaimana dia mengakhiri ceritanya sendiri?

.:: "If you're ugly, I'm ugly too. In your eyes the sky different blue..." suara Jon Bon Jovi mengalun di speaker kecil berwarna merah muda di Warkop Sinindian, Minggu, 9 Maret 2014 ::.

Rabu, 05 Maret 2014

kaset

Deretan kaset di Toko Kaca Mata Indah Kotamobagu
SAYA memandang takjub deretan kaset yang terpajang di rak setinggi dua meter itu. Ternyata tak hanya itu. Ratusan kaset tampak tersusun rapih di dua etalase. Mata saya menyapu sampul-sampul kaset di dalam etalase; Cindy Lauper, Stereophonics, Nirvana, Metallica, Pas Band dan banyak yang tak saya tahu.
 

Saya tak menyangka masih ada toko yang menjual kaset. Bagi sebagian orang, kaset mungkin sudah usang. Kaset yang semula dianggap sebagai karya ajaib teknologi audio pada awal kemunculanya tahun 1963, kini sudah dianggap barang antik. Lebih gampang bertukar lagu melalui perangkat digital , bukan?
 

Toko yang saya masuki Rabu siang itu adalah Toko Kaca Mata Indah. Jangan terjebak dengan namanya, toko itu tak menjual kacamata. Saat masuk  toko itu, pengunjung akan mendapati kaos-kaos tim sepakbola di sebelah kanan. Sementara di sisi kiri terdapat jam tangan dan jam dinding. Lebih ke dalam ada kaset-kaset dan compact disc.
 

Saya pun berbincang beberapa saat dengan Ko pemilik toko. Ko yang saya kini belum tahu namanya itu mengatakan masih ada saja yang mencari kaset. "Tiap hari ada saja. Mereka biasanya berasal dari desa-desa atau yang sering bekerja di kebun," kata pria berkacamata ini di balik meja kasirnya.
 

Dia berpikir juga untuk tak menjual kaset dan beralih ke barang lain. Namun, entah kapan. Ko masih merasa sayang dengan kaset-kaset tersebut. "Saya saat ini mencari perangkat audio pemutar kaset untuk di mobil. Soalnya, banyak koleksi lagu yang ingin saya dengarkan," tambah dia.
 

Ada beberapa lagu yang dia tidak temukan. Sementara untuk memindahkan ke digital, dia tak memahaminya. Dia juga menganggap repot memindahkan lagu di komputer atau di perangkat lainya ke flash disk untuk kemudian bisa diputar di kendaraanya. "Terlalu repot. Pindah sini, pindah sana," kata dia.
 

Bincang-bincang kami tak lama. Setelah membayar dua kaset yang saya beli, saya bergegas. Saya membayar Rp 20 ribu untuk kaset album Stereophonics : You Gotta There to Come Back dan Nirvana: Sliver The Best of The Son. Padahal, saya lihat harga kaset Nirvana tertera Rp 23 ribu.
***
 

Kejayaan kaset meredup di akhir tahun 90-an, tergantikan media-media lainya. Saya merasa beruntung masih bisa menikmati lagu dari kaset. Pada zamanya, maksudnya zaman saya remaja, kaset membuat hubungan sosial remaja menjadi unik. Kami berteman dan kami bertukar koleksi kaset yang kami miliki. Indah.
 

Kadang saling pinjam itu diselingi dengan canda. Suatu kali, saya disodori kaset bajakan. Teman saya bilang, isinya lagu-lagu Metallica dan lagu-lagu metal lainya. Hati berdegup dan ingin segera sampai rumah untuk mendengarkan isi kaset itu. Sialan, ternyata kaset itu isinya lagu-lagu dangdut.
 

"Sori, salah ngasih. Itu kaset sempet jatuh ke air, tak usah heran kalau isinya, 'basah, basah, basah....'," kata teman saya cengengesan keesokan harinya. Tak lucu memang, tapi tetap layak dikenang.
 

Lain waktu, awal 2.000, saya susuri Balubur untuk cari double album White-nya The Beatles. Kata teman, ada toko kaset yang menjual kaset lama setelah pencarian di Jalan Dewi Sartika dan Cikapundung tak berhasil. Lain waktu lagi, cari kaset bekas-bekas band-band alternatif. Kaset bagi saya barang mewah yang menyenangkan.
 

Pada waktu hampir bersamaan, saya mulai berharap kepada teman untuk mengunduhkan lagu-lagu. Perlahan, hampir tak pernah saya sadari, saya tak pernah lagi mendengarkan lagu-lagu dari kaset. Saat ini, ada kaset Stereophonics dan Nirvana, tapi saya bingung mau putar dimana.

.::: dengerin lagu Stereophonics di Youtube di Warkop Sinindian, Rabu, 5.2.2014 :::.