Sabtu, 30 Mei 2015

Hari Kelam di Zurich

SEPP BLATTER/GETTY IMAGE
SEPP Blatter akhirnya terpilih kembali sebagai Presiden FIFA untuk kelima kali secara beruntun pada pemilihan yang berlangsung di Zurich, Swiss, Jumat, 29 Mei 2015. Luis Figo, kandidat Presiden FIFA yang mengundurkan diri sepekan sebelum pemilihan berlangsung, tak bisa menyembunyikan kekecewaanya.

"Hari ini merupakan hari kelam di Zurich," kata Figo yang juga mantan pemain nasional Portugal, mengomentari hasil pemilihan tersebut.

Pemilihan Presiden FIFA kali ini dibayangi dengan skandal yang mengguncang organisasi tertinggi sepakbola dunia itu. Tujuh petinggi FIFA ditangkap FBI dua hari sebelumnya karena diduga terlibat dalam korupsi dan pencucian uang pada 1991. Tak sedikit yang menganggap inilah waktu bagi Blatter untuk mengakhiri jabatannya.

Kenyataan bisa terasa pahit, tapi juga sebaliknya; manis. Penangkapan terhadap petinggi FIFA tidak bisa menghentikan Blatter. Nate Scott dalam USA Today menulis, Blatter telah menghadapi tuduhan sebelumnya. Dia tahu cara untuk terus bergerak. Dia tidak pernah menunda pemilihan karena ia tahu akan menang. Dan, itulah yang dia lakukan.

Scott mengemukakan alasan, mengapa Blatter bisa dengan mudah memenangi pemilihan presiden FIFA. Blatter meraup 133 suara dari 209 orang. Pangeran Ali bin Al-Hussein dari Yordania bisa saja memaksakan putaran kedua, namun kemudian sang Pangerab mengundurkan diri. 

Blatter memiliki kontrol yang kuat terhadap banyak negara di FIFA. Ini alasan pertama.

Pemilihan presiden FIFA punya tidak seperti pemilihan umum biasanya. Scott mencontohkan, pemilihan di negaranya, Amerika Serikat, di mana negara-negara bagian yang jumlah penduduknya lebih banyak, bisa mendapat wakil lebih banyak di kongres. Saya andaikan dengan istilah proporsional antara wakil dengan populasi.

Asosiasi sepakbola suatu negara memiliki satu suara, tak menghitung dengan jumlah pemain sepakbola atau klub-nya. Jerman dengan jumlah pemain lebih dari enam juta, hanya memiliki satu suara seperti Mikronesia yang hanya memiliki jumlah penduduk tak lebih dari 100 ribu orang.

Itulah sebabnya, Blatter tak peduli kehilangan suara dari Amerika Serikat atau negara-negara Eropa yang lebih memilih Pangeran Ali. Suara negara-negara kecil sama nilainya  dengan negara- negara tersebut.

Alasan kedua, Blatter menguasai negara-negara dengan penyaluran dana FIFA.

Bukan hanya suara yang sama, 209 negara anggota FIFA juga mendapatkan dana yang sama. Tidak peduli berapa banyak pemain sepakbola di sebuah bangsa, mereka akan mendapatkan jumlah uang yang sama dari FIFA.

Scott kembali mencontohkan Jerman. Katakanlah, FIFA menyalurkan dana tiga juta dollar, maka setiap pemain di Jerman,--jika jumlahnya enam juta pemain--, maka akan mendapatkan 50 sen. Bandingkan dengan Guenea yang jumlah penduduknya 700 ribu. Belum menghitung jumlah pemainya. Duit yang asosiasi sepakbola Genea mendapatkan tiga juta dolar.

Scott pun menyimpulkan, hingga nama Blatter belum ada dalam dakwaan, maka FIFA tetap akan berada dalam kekuasannya. Blatter tahu akan menang.

2 komentar:

Jongfajar Kelana mengatakan...

Hari itu ia MENANG-riang. Mungkin esok harinya dia MENANG-is ! :D

edi sukasah mengatakan...

eh, om budi sudi mampir di sini ;D