Rabu, 13 Februari 2013

Kisah Lima Monyet dan Keteguhan Seorang Ayah

KEYAKINAN dan passion atau gairah untuk menikmati dan memaknai sebuah tujuan menjadi tangga agar mencapai tujuan. Demikian CEO Kelompok Kompas Gramedia (KKG) Agung Adiprasetyo saat memberikan motivasi kepada 115 The Best Employees dari 25 unit usaha di kelompok tersebut di Hotel Santika, Jakarta, Rabu (5/2/2013) malam.

Agung kemudian mengisahkan dua cerita inspiratif pada malam anugerah itu. Cerita pertama tentang penelitian tingkah laku monyet di sebuah universitas di Amerika Serikat. Dua ekor monyet dimasukkan dalam kerangkeng yang di atasnya terdapat pisang. Setiap kali monyet berusaha meraih pisang, sang Profesor yang melakukan penelitian selalu menghalanginya dengan menyemprotkan air.

Akhirnya dua monyet tersebut berhenti berusaha untuk mendapatkan pisang. Monyet ketiga kemudian dimasukkan dalam kandang. Monyet ini kembali berusaha untuk mendapatkan pisang. Sang profesor tak perlu menyemprotkan air, monyet ke satu dan ke dua langsung menghalangi monyet ke tiga untuk mendaptkanya. Dan, monyet ketiga pun manut.

Peneliti kemudian memasukkan monyet ke empat dan ke lima dimasukkan setelah terlebih dahulu mengeluarkan monyet ke satu dan ke dua. Monyet ke tiga kemudian memberikan pesan agar monyet ke empat dan ke lima tidak mengambil pisang. Monyet ke empat menurut, sementara monyet ke lima tak ambil pusing dengan pesan monyet ke tiga. Akhirnya, justru monyet ke lima yang mendapatkan pisang.

"Hidup itu pilihan. Ada banyak orang menjadi monyet ke tiga atau memilih menjadi ke empat atau juga ke lima," kata Agung seraya mencontohkan Bill Gates yang mempunya keyakinan dan passion sehingga bisa menjadi orang seperti sekarang.

Cerita ke dua masih tentang keyakinan dan passion, namun penuh dengan emosi yang kuat. Dikisahkan, seorang Ayah di Armenia selalu mengantar anaknya setiap pagi ke sekolah. Di depan gerbang sekolah, sebelum anaknya masuk kelas, sang Ayah selalu berkata, "Aku akan selalu bersamamu, nak."

Sampai suatu hari di penghujung tahun 1998, Armenia diguncang gempa. Sekolah tempat si anak pun hancur luluh. Sang Ayah langsung ke sekolah. Dia mulai mencari anaknya dari reruntuhan saat orang lain menganggap semuanya sudah 'selesai'. Semua orang diam dan tidak melakukan apa-apa. Pasrah. Namun tidak dengan si Ayah satu ini.

Dia terus mencari dan mencari. Sampai 18 jam kemudian, dia melihat tangan yang melambai ke atas dari reruntuhanya. Dan, lambaian tangan itu adalah tangan anaknya. Kegigihan sang Ayah tidak hanya menyelamatkan anaknya, tapi juga 14 anak lainya bisa terselamatkan.
Pada malam penganugerahan bagi para pegawai tersebut, panitia juga mengundang pengusaha muda sukses Sandi Uno. Tokoh muda ini menceritakan bagaimana dirinya bisa menjadi seorang pengusaha setelah dipecat dari perusahaan di tahun 1997 karena terjadi krisis ekonomi.

Menurut Sandi, ada empat as untuk meraih kesuksesan, yakni kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas. "Kerja ikhlas ini yang sulit manakal kita sudah memberikan yang terbaik namun hasilnya tidak sesuai harapan. Namun yakinlah, rezeki selalu datang pada yang menjemputnya," kata dia.

Sandi juga memberikan konsepsi yang berbeda tentang entrepreneur. Menurutnya jiwa entrepreneur bisa dimana saja. Di pemerintahan atau di perusahaan pun orang bisa menjadi entrepreneur dengan pola pikir tetap inovatif, kreatif, optimistis dan memandang positif tentang semua hal. "Entrepreneur bukan profesi. Tidak semua harus keluar menadi pengusaha," kata Sandi.

Tidak ada komentar: