Kamis, 29 Desember 2016

Palsu

MINGGU, 4 Desember 2016, Edgar M Welch memasuki restoran pizza di Washington DC dengan dua senjata di tangannya. Senjata ketiga kemudian ditemukan di mobilnya.

Pria berumur 28 tahun ini melepaskan tembakan di dalam restoran. Tak ada korban jiwa pada kejadian ini. 

Seorang pelayan yang sempat ditodong senjata berhasil melarikan dan melaporkan kejadian tersebut kepada polisi.

Welch, ayah dua anak ini berhasil diringkus. Terungkaplah motif pria yang datang dari North Carolina ini melakukan tindakan mengerikan itu.

Kepada polisi ia mengaku datang ke restoran pizza itu untuk menyelidiki dan menyelamatkan anak-anak yang disekap di restoran tersebut. 

Welch percaya dengan berita bahwa di restoran tersebut tempat pengelola jaringan seks anak- anak. Ia pun percaya dengan teori konspirasi yang menyebar di daring atau internet. 

Kenyataanya sangkaan Welch tak terbukti. Ia terjebak dengan berita palsu. Betapa menakutkannya dampak berita palsu. 

Bukan hanya Welch yang percaya dengan berita-berita palsu. Warga Amerika Serikat kerap terkecoh dengan berita-berita palsu. Setidaknya demikian hasil survei BuzzFeed bersama Ipsos.

Hasil survei yang dipublikasikan di BuzzFeed 7 Desember 2016 lalu menyebutkan 75 persen orang dewasa di AS percaya berita-beriat palsu itu akurat.

Kebanyakan responden dalam polling ini juga lebih suka mengambil sumber berita dari Facebook. Mereka justru tidak mengandalkan platform media berita.

Survei secara online atau dalam jaringan (daring) ini melibatkan 3.015 orang dewasa AS. Survei dilakukan antara 28 November dan 1 Desember.

Satu di antara hasil survei ini adalah, 23 persen responden mengambil sumber berita dari Facebook. Jumlah persentase tersebut hanya di bawah CNN (27 persen) dan Fox News (27).

Sebanyak 83 persen yang mengambil berita dari Facebook memercayai berita palsu yang mereka ambil tersebut akurat.

Pihak Facebook yang kerap menerima kritik untuk urusan pemberitaan palsu atau hoax pun gerah juga. Mereka merealisasikan janji memperbaiki aliran berita di linimasa. 

Fecebook melakukan beberapa langkah untuk memerangi berita palsu. Di antaranya, setiap artikel yang ada di linimasa Facebook kini dilengkapi dengan fitur pelaporan. 

Facebook bekerja sama dengan organisasi pihak ketiga untuk memperingati pengguna ketika hendak membagi berita-berita yang diperdebatkan.

Facebook juga memutus insentif untuk penyebar berita palsu. Situs hoax bukan semata-mata untuk menggiring opini publik, namun juga untuk mendapat keuntungan finansial.

Terakhir adalah memperbanyak penyebaran informasi yang benar. Ke depan juga, Facebook akan banyak menyebar berita yang  tak memicu kebencian.

Situasi tersebut menjadi cermin. Begitu banyak informasi yang bertebaran di daring. Terkadang begitu mudahnya kita percaya dengan berita-beita tersebut.

Sebelum terlanjur terjebak dalam kebencian tanpa alasan, setidaknya self censhorship harus kita terapkan. Saring sebelum sharing; menyaring berita atau informasi sebelum kita membagikannya.

Kritis terhadap sumber berita bukan dosa. Setidaknya kita berupaya mencari sumber yang sahih, sehingga kita tak mudah dipermainkan dalam dunia informasi yang begitu ramai. (*)

Tidak ada komentar: