Rabu, 25 April 2012

seny dan rauxa


Add caption
Real Madrid enggan kandang mereka, Stadion Santiago Bernabeu, dijadikan tempat pertandingan final Piala Raja antara FC Barcelona dengan Athletico Bilbao yang akan berlangsung 25 Mei mendatang. El Real tentu punya alasan mengapa mereka menolak menjadi tuan rumah pada pertandingan tersebut.

Tahun 2009, Barca dan Bilbao bertemu dalam final kejuaran yang sama. Pertandingan diadakan di Mestalla, Valencia. Dan, apa yang terjadi sebelum pluit pertandingan ditiup wasit pada waktu itu, tentu tak ingin terulang di stadion megah yang berada di Ibu Kota Spanyol tersebut.

Saat itu, kedua pendukung kompak meneriaki lagu kebangsaan Spanyol. Ya, Barcelona yang berasal dari Katalan dan Bilbao dari Basque, sama-sama merasa jajahan Spanyol. Sejarah, kultur, politik, bahasa hingga bendera tak akur dengan Spanyol.

Namun demikian, kendati kedua bangsa itu mempunyai kebencian yang 'patologis' kepada Spanyol, ekpresi mereka dalam beberapa hal jauh berbeda. Basque terkenal lebih keras dan kadang tak canggung menggunakan senjata untuk untuk meneror.

Di pihak lain, orang Katalan lebih kalem. Suporter Barcelona, kata Franklin Foer, wartawan dan penulis buku, bisa mencintai sebuah klub dan negara dengan penuh gelora tanpa harus berubah menjadi begundal atau teroris.

Untuk menggantikan nasionalisme, warga Katalan menawarkan kosmopolitan. "Patriotisme dikandangkan, dan pranata-pranata serta hukum-hukum internasional diberlakukan pada pemerintahan," tulis Foer dalam buku berjudul 'Memahami Dunia Lewat Sepakbola'.

Foer menjelaskan, kunci sikap orang Katalan adalah watak 'seny' yang bisa diterjemahkan sifat di antara pragmatisme dan kecerdikan. Namun mereka juga mempunyai watak rauxa, yakni kecenderungan untuk meledak-ledak ganas. Keduanya layaknya Yin dan Yang.

Ada cerita yang akan bikin tersenyum untuk menggambarkan watak seny dan rauxa. Dua orang Katalan di sebuah penjara Jenderal Franco, sang diktator pemimpin Spanyol masa silam sekaligus pendukung Real Madrid. Mereka berhasil kabur dengan cerdik dari penjara tersebut.

Tujuan mereka meloloskan diri untuk menonton Barca melawan Real Madrid di Camp Nou. Tak sia-sia perjuang mereka menyaksikan pertandingan yang dimenangkan Barcelona. Mereka mendapatkan kebebasan sekaligus kemenangan.

Saya tentu akan memegang erat kebebasan tersebut. Namun apa yang terjadi pada dua orang ini? Rauxa mereka telah terobati setelah kemenangan Barca, lalu mereka kembali ke penjara dan menyerahkan diri. Demikian seperti dikisahkan Foer.

Bagi saya, bukan banyaknya tropi atau gelar alasan menggemari Barcelona, tapi juga sejarah dan semangat Katalan. Barcelona bukan sekedar klub, mas que un club!

.:: ga bisa tidur setelah barca tak lolos ke final champ eropa. Isuk-isuk di Kotobangon, 25 April 2012 ::.






Senin, 09 April 2012

Liberia

LIBERIA tidak hanya ada di Benua Afrika, tapi ada juga di daerah Bolaang Mongondow (Bolmong). Dan, jangan bayangkan Liberia di Kecamatan Modayag, Kabupaten Bolmong Timur (Boltim) ini gersang atau pernah dilanda perang saudara.

Liberia di Boltim yang kini menjadi dua desa tersebut mempunyai cuaca yang sejuk karena berada di daerah pegunungan. Tanahnya subur sehingga sangat cocok untuk bercocok tanam. Selain kopi, warga di sana juga menanam holtikultura.

Selain itu, di daerah tersebut juga diperkirakan memiliki kandungan gas yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. Sudah beberapa kali penelitian untuk mendapatkan kandungan gas tersebut dilakukan.

Liberia mempunyai tetangga yang memiliki nama unik juga, yakni Purworejo yang kini telah terbagi menjadi tiga desa. Di Pulau Jawa, Purworejo merupakan sebuah kebaupaten di Provinsi Jawa Tengah. Lalu dari mana nama 'unik' tersebut?

Kedua nama ini juga mempunyai hubungan dengan asal-usul masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. "Sebagian besar masyarakat sini, asal-usulnya dari Jawa," ujar Sangadi atau Kepala Desa Liberia, Ismail Sirun.

Sekitar tahun 1916, Pemerintah Belanda membawa warga dari berbagai daerah di Jawa ke daerah Modayag, Boltim. Selain bekerja pengolahan belerang, Pemerintah Belanda saat itu memperkerjakan warga asal Jawa tersebut di perkebunan, terutama kopi. Tak aneh, jika di daerah Purworejo masih terdapat bekas pabrik pengolahan kopi peninggalan Belanda.

Sekitar tahun 1955, pedukuhan Liberia mulai terbentuk. Tapi, dari mana nama Liberia ini? "Kalau cerita turun temurun, awalnya bukan Liberia tapi Siberia. Konon, kopi di sini dari daerah Siberia," ujar sangadi yang Mei 2012 nanti genap dua tahun memimpin Desa Liberia.

Ismail merupakan generasi kedua yang lahir di Tanah Totabuan. Generasinya masih menggunakan Bahasa Jawa untuk percakapan sehari-hari. Namun terselip juga bahasa Mongondow.

"Keturunan Jawa di sini sudah kawin mawin dengan orang Mongondow. Selain Bahasa Jawa, kami juga menggunakan bahasa Mongondow atau juga Bahasa Melayu dialek Manado," tambah ayah satu anak ini.

Ternyata, selain Liberia yang berada di Benua Afrika, dua desa di Kecamatan Modayag ini mempunyai hubungan juga dengan Siberia yang berada di Asia Utara kendati hanya di asal usul nama.

Minggu, 08 April 2012

tuhan tak makan jengkol

"Da Gusti Alloh mah tara emam jengkol, nya Apa?" Pertanyaan bernada retoris ini disampaikan Ujang saat berdiskusi dengan Apa dan Nyai tentang bagaimana Tuhan membuat langit. Pernyataan Ujang tersebut respon atas penjelasan Apa dan pertanyaan Nyai.

Adegan tersebut terdapat dalam antologi karangan pak Wahyu Wibisana berjudul "Anaking Jimat Awaking". Buku tersebut berisi cerita-cerita dalam kolom "Anaking Jimat Awaking" yang dimuat di majalah berbahasa sunda, Mangle, awal tahun 70-an.

Demikian menurut pak Hawe Setiawan dalam pengantar buku yang diterbitkan oleh PT Kiblat Buku Utama. Cetakan pertama buku berbahasa sunda tersebut tercatat pada November tahun 2002.

Ada 28 kisah dalam buku tersebut yang temanya berbeda-beda. Namun benang merahnya pada tiga tokoh, yakni Apa (panggilan kepada Bapak) dan dua anaknya, Nyai dan Ujang. Namun, kadang-kadang muncul juga Emah, atau sang Ibu dalam beberapa bagian.

Cerita-cerita yang beragam, namun tetap dalam 'dunia kecil' mereka. Ada bagian ketika orang dewasa merindukan masa kecil yang hilang. Dan, bagaimana Apa melihat dunia dua anaknya.

"Jeung, upama bapa hidep neuteup leleb ka diri hidep harita, eta the saestuna keur pupuntenan di hareupeun panto alam dunya nu beda, alam dunya nu dipribumian ku hidep pribadi. Naha hidep daek mukakeun pantona? Naha upama geus dibuka, nu pupuntenan teh bisa asup ka jerona?" (Aya Nu Pupuntenan di Luar; hal 13).

Kadang tertawa, senyum, bahkan haru, saat membaca cerita-cerita dalam buku ini. Namun selalu ada makna yang dalam setiap bagian kisahnya. Dan, kadang saya berpikir, anak kecil lah filsuf sesungguhnya dalam dunia ini.
***

Saya merasa surprise saat melihat buku berjudul "Anaking Jimat Awaking" di sebuah toko buku di Manado. Ya, buku itu saya temukan di sebuah rak yang terletak agak terpencil awal Maret tahun 2011 di Manado, Sulawesi Utara.

Tak berpikir panjang, saya langsung beli buku itu. Saya rindu membaca buku dalam bahasa ibu saya, Bahasa Sunda. Waktu kecil, biasanya saya baca majalah Mangle dari 'kapi nini dan kapi aki' (adiknya nenek saya) yang memang berlangganan majalah tersebut.

Namun sampai satu tahun lebih, buku tersebut belum saya baca juga. Nasibnya lebih buruk dibandingkan beberapa novel dan buku yang berbulan-bulan bahkan capai setahun belum tuntas juga bacanya.

Saya sementara menyalahkan era digital sehingga hal tersebut terjadi. Tudingan yang licik memang. Tapi, memang saya lebih banyak baca di ponsel atau buka laptop. Namun, beberapa hari lalu, saya merasa berdosa saat melihat buku-buku atau novel yang belum terbaca.

Saya teringat ketika dosen saya dulu mengeluarkan celetukan saat mengajar. "Semoga saya tidak berdosa karena hanya membeli buku, kemudian menyimpanya tanpa pernah membacanya." Kurang lebih demikian beliau katakan saat itu dengan nada menyesal.

Saya tidak ingin menyesal. Saya tidak mau menikmati hanya sebagai kolektor. Saya ingin menikmati kata demi kata, kalimat per kalimat, paragraf ke paragraf, dengan bau kertas tercium. Ah, nikmatnya!

Dan, setelahh baca antologi "Anaking Jimat Awaking", saya rasa tidak menyesal meluangkan waktu. Saya puas.

..:: Kotobangon, peuting maju ka janari 8 April 2012 ::.

Jumat, 06 April 2012

PNS

PEREMPUAN itu berkali-kali menyeka air matanya saat menceritakan usahanya untuk bisa menjadi pegawai negeri sipil melalui jalur pengangkatan honorer daerah. Namun untuk kali ketiga, usaha pegawai honorer di Sekretariat Kabupaten Bolmong ini kembali kandas.

"Saya sudah delapan tahun mengabdi. Biar gaji tersendat-sendat, tapi saya tetap berhonor," ujar dia saat mendatangi Kantor DPRD Bolmong bersama puluhan pegawai honorer lainya awal April lalu.

Di bagian tempat dia bekerja ada empat pegawai honorer yang tercecer saat pengangkatan tahun 2005. Setelah itu, dua kali usahanya terus gagal. Terakhir, dia sudah berharap untuk  daftar tenaga honorer lulus verifikasi dan validasi.

"Namun yang masuk malah banyak yang tidak pernah berhonor. Tidak ikhlas, kalau sekarang tidak ada dalam daftar (pengumuman BKN)," kata dia. Sementara air matanya terus meleleh.

Nasib yang sama dialami seorang guru olahraga di sebuah sekolah kejuruan di kabupaten tersebut. Bahkan pria berkulit gelap dan berhitung mancung ini mengaku sudah hampir 13 tahun  jadi tenaga honorer.

"Saya lulus kuliah tahun 1989. Lalu tahun 1994 saya mulai bekerja sebagai honorer di SMA di Kotamobagu," kata dia. Nada marah terasa dari setiap kata yang dia ucapkan kepada para legislator daerah tersebut.
***
Setelah Badan Kepegawaian Negara (BKN) pengumuman hasil verfikasi dan validasi tenaga honorer melalui situs dalam jaringan pada akhir Maret lalu, para pegawai honorer di Bolmong semakin resah. Dari usulan 485, hanya 149 orang saja yang terdapat dalam daftar tersebut.

Hampir setiap hari setelah pengumuman itu, puluhan hingga seratusan pegawai honorer mendatangi Kantor DPRD Bolmong. Mereka menuding, banyak nama-nama di daftar tersebut tidak bekerja. Bahkan, mereka menuntut validasi dan verfikasi diulang.

Keresahan para pegawai honorer sebenarnya sudah berlangsung beberapa bulan terakhir. Bukan rahasia lagi, dalam pemasukan data induk pegawai penuh kecurangan. Tak sedikit yang memasukkan surat keputusan (SK) atau bukti honorer asli tapi palsu.

Bukan hanya, para tenaga honorer pun harus mengeluarkan duit agar bisa masuk data induk yang akan diajukan ke BKN. Tidak hanya satu atau dua orang yang mengatakan menyerahkan Rp 5 juta kepada oknum pegawai di lingkup Pemkab Bolmong.

Bahkan, informasi dan bukti yang dikumpulkan oleh Pansus bentukan DPRD Bolmong, ada tenaga honorer yang menyerahkan uang sampai puluhan juta. Jadi, dengan jumlah Rp 5 juta per orang saja kali 485, totalnya mencapai Rp 2,425 miliar!
***
Di sebuah ruangan kantor pemerintah daerah tak nampak kesibukan berarti. Beberapa pegawai asik membuka laptop atau komputer. Mereka tampak kebingungan mengerjakan apa. Memainkan permainan yang ada di alat tersebut menjadi agenda rutin untuk menghabiskan waktu.

Atau ada juga yang keluyuran saat tidak tahu harus mengerjakan apa. Bahkan, seorang Kepala Badan Kepegawaian Daerah pernah berseloroh tentang kerja PNS yang bolong-bolong. "Ya, kan pagi-pagi dan sore kewajibanya isi absen, di antaranya kan bolong-bolong," kata dia.

Seorang kenalan pernah mengeluhkan efktifitas dan efisiensi kinerja para PNS. "Pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan satu orang, dikerjakan lima orang. Kalau guru atau perawat jelas lah pekerjaanya," kata teman ini dengan senyumannya.

Dia juga tak habis pikir dengan keinginan banyak orang ingin menjadi PNS. Bagi dia, kalau mengejar kekaayaan, jadi PNS tidak akan kaya. "Namun, kok, banyak juga yang kaya jadi PNS," kata dia sambil garuk-garuk kepala. Saya jawab tidak tahu.

.:: warung kopi sinindian jelang jumat agung, 2012 ::